Hadirnya Nabi Muhammad
pada masyarakat Arab membuat terjadinya kristalisasi pengalaman baru
dalam dimensi ketuhanan yang mempengaruhi segala aspek kehidupan
masyarakat, termasuk hukum-hukum yang digunakan pada masa itu.
Berhasilnya Nabi Muhammad SAW
dalam memenangkan kepercayaan yang dianut bangsa Arab. Dalam waktu yang
relatif singkat beliau mampu memodifikasi jalan hidup orang-orang Arab.
Sebagaian dari nilai dan budaya
Arab pra-islam, dalam beberapa hal diubahnya dan ada pula yang
diteruskan oleh masyarakat Nabi Muhammad ke dalam tatanan moral Islam.
Hadirnya Nabi Muhammad, sedikit
demi sedikit merubah budaya-budaya yang tidak memanusiakan manusia dalam
artian budaya yang mengarah pada keburukan menjadi budaya-budaya yang
mengarah kepada kebaikan dalam payung Islam.
Budaya-budaya yang mengarah
kebaikan yang dibawa Nabi Muhammad pada akhirnya menghasilkan peradaban
yang luar biasa pada zamannya. Yang mana muara dari peradaban itu semua
ialah Islam.
Islam sangat berperan penting
dalam menciptakan peradaban yang luar biasa yang tercipta pada masa
zaman Nabi Muhammad. Dan aktor penting di balik itu semua tidak lain
ialah Nabi Muhammad sendiri. Nabi Muhammad tidak hanya sebagai Nabi
melaikan ia juga memerankan sebagai pengajar, pendidik, pemimpin,
pemimpin militer, politikus, reformis, dan lain-lain.
A. Nabi Muhammad SAW
Sebelum kita membahas segala yang
berhubungan dengan peradaban pada masa Rasulullah. Ada baiknya kita
membahas terlebih dahulu tentang Nabi Muhammad dan kehidupannya. Ini
penting untuk kita ketahui karena Nabi Muhammadlah aktor penting di
balik terciptanya peradaban islam yang luar biasa itu.
Nabi Muhammad SAW lahir pada tahun gajah, tahun ketika pasukan gajah Abrahah mengalami kehancuran.[1]
Peristiwa itu terjadi kira-kira pada tahun 570 M (12 Rabiul Awal).
Beliau lahir tidak jauh dari ka’bah. Ayahnya Abdullah meninggal dunia
ketika beliau masih dalam kandungan, sementara ibunya Aminah wafat
sewaktu ia berusia 6 tahun. Kakeknya Abdul Muthalib mengasuhnya selama
dua tahun, dan ia diasuh oleh pamannya Abu Thalib.
Merupakan suatu kebiasaan di antara
orang-orang kaya dan kaum bangsawan Arab bahwa ibu-ibu mereka
mengirimkan anak-anak mereka ke pedesaan untuk diasuh dan dibesarkan
disana. Begitu pula Nabi Muhammad, setelah diasuh beberapa lama oleh
ibunya, beliau dipercayakan kepada Halimah dari suku Banu Sa’ad untuk
diasuh dan dibesarkan.
Nabi Muhammad berada dalam asuhan
Halimah hingga beliau berusia 6 tahun, lalu beliau dikembalikan ke
ibunya Aminah. Pada saat ibunya membawanya untuk menziarahi makam
ayahnya di madinah, ditengah perjalanan, tepatnya di Abwa, ibunya
menderita sakit dan menghembuskan nafas yang terakhir di sana. Dengan
demikian pada usianya 6 tahun, Nabi Muhammad sudah kehilangan kedua
orang tuanya.
Dalam usia muda, Nabi Muhammad
hidup sebagai pengembala kambing keluarganya dan kambing penduduk mekah.
Melalui kegiatan pengembalaan ini, dia menemukan tempat untuk berpikir
dan merenung. Pemikiran dan perenungan ini membuat beliau jauh dari
segala pemikiran nafsu duniawi, sehingga beliau terhindar dari berbagai
macam noda yang dapat merusak namanya.
Selain mengembala beliau juga
berdagang, ketika beliau tinggal bersama pamannya Abu Thalib, beliau
mengikuti pamannya itu berdagang ke negeri Syam, sampai beliau dewasa
dan dapat berdiri sendiri. Dalam perjalanan itu, dibushra, sebelah
selatan Syria (Syam) ia bertemu dengan pendeta Kristen bernama buhairah.
Pendeta itu melihat tanda-tanda kenabian pada diri Nabi Muhammad sesuai
dengan petunjuk cerita-cerita Kristen. Pendeta itu menasehati Abu
Thalib agar jangan terlalu jauh memasuki Syria, sebab dikhawatirkan
orang-orang yahudi yang mengetahui tanda-tanda itu akan berbuat jahat
terhadapnya.[2]
Sebagai seorang pemuda beliau tidak
mengikuti kebiasaan masyarakat di kala itu, yaitu minum khamar,
berjudi, mengunjungi tempat-tempat hiburan dan menyembah berhala. Beliau
sangat populer dikenal sebagai seorang pemaaf, rendah hati, berani, dan
jujur, sehingga ia dijuluki Al-Amin.
Ketika Nabi Muhammad berusia 25
tahun, beliau berangkat ke Siria membawa barang dagangan seorang
saudagar wanita kaya raya yang telah lama menjanda, Khadijah. Dalam
perdagangan ini, Nabi Muhammad memperoleh laba yang besar. Khadijah
kemudian melamarnya. Lamaran itu diterima dan pernikahanpun segera
dilaksanakan. Ketika itu Khadijah berumur 40 tahun.
Dalam perkembangan selanjutnya,
Khadijah adalah wanita pertama masuk Islam dan banyak membantu Nabi
Muhammad dalam perjuangan menyebarkan Islam. Pernikahan itu dikarunia
enam orang anak, dua putra dan empat putri: Qasim, Abdullah, Zainab,
Ruqayah, Ummu Kalsum, dan Fatimah. Kedua putranya meninggal waktu kecil.
Nabi Muhammad tidak menikah lagi sampai Khadijah meninggal dunia.
B. Gambaran Umum Dari Sifat Nabi Muhammad SAW
1. Nabi Muhammad adalah seorang yang mempunyai akhlak yang sempurna
Sungguh Nabi Muhammad adalah ushwatun hasanah. Akhlaknya sebagai contoh bagi pribadi seseorang maunpun masyarakat umum.[3]
Akhlak beliau telah begitu mulia semenjak beliau diciptakan atau
dilahirkan, sehingga masyarakat menjulukinya sebagai Al-Amin. Tak
seorang pun menilai beliau seorang yang pendusta ataupun penghianat.
2. Jujur
Jujur adalah salah satu akhlak yang
wajib dimiliki oleh manusia. Oleh karena itulah Allah SWT berbicara
dalam Al-Qur’an tentang sifat ini. Allah SWT berfirman:
Artinya: Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar.
Ayat diatas sebagai dalil bahwasannya masyarakat muslim wajib mempunyai sifat ini, karena jujur merupakan kunci segala kebaikan.[4]
Dan Nabi Muhammad adalah contoh yang sempurna dalam hal ini. Sampai
sebelum beliau diutus saja beliau sudah bersifat jujur sehingga
masyarakat Arab menjulukinya Al-Amin.
3. Kasih Sayang
Kasih sayang adalah salah satu dari
sifat-sifat Allah SWT. Dan kasih sayang yang sangat besar diberikan
Allah SWT kepada umatnya ialah dengan mengutus Nabi Muhammad kepada
ummatnya, untuk membawa manusia dari kegelapan menuju cahaya Islam.
Tidak diragukan lagi bahwasannya Nabi Muhammad juga memiliki sifat kasih
sayang, ini dapat dilihat dari bagaimana ia memperlakukan anak kecil,
orang-orang yang lemah, para wanita, dan lain-lainnya.
4. Adil
Tidak diragukan lagi bahwa Nabi
Muhammad adalah seorang yang adil. Ini dapat dilihat dari bagaimana ia
menghakimi sebuah perkara dalam masyarakat Islam.
5. Mulia
Sebagai seorang Nabi, sifat mulia
sangatlah melekat di dalam diri Nabi muhammad. Ia merupakan contoh yang
sempurna bagi seluruh ummat.
C. Peradaban Islam Pada Masa Rasulullah SAW
Peradaban Islam pada masa
Rasulullah SAW yang paling dasyat dan fenomenal adalah perubahan sosial.
Suatu perubahan yang mendasar dari masa kebobrokan moral menuju
moralitas manusia yang beradab. Peradaban pada masa Rasulullah SAW
dilandasi dengan asas-asa yang diciptakan sendiri oleh Rasulullah SAW di
bawah bimbingan wahyu yaitu Islam. Di antaranya adalah sebagai berikut:
1. Pembangunan Masjid Quba’
Ketika Rasulullah dan para sahabat
hijrah menuju Madinah, orang-orang Anshar yang tak lain adalah kaum Aus
dan Khazraj menanti dengan antusias kedatangan Rasulullah SAW. Tatkala
Rasulullah SAW tiba, mereka keluar rumah dan menyambutnya dengan penuh
suka cita. Rasulullah SAW berhenti di Quba’ selama lima hari. Di Quba’
inilah Rasulullah SAW mendirikan masjid yang kemudian dikenal dengan
sebutan masjid Quba’. Ini adalah masjid pertama yang dibangun setelah
masa kenabian.
2. Pembangunan Masjid Nabawi
Dikisahkan bahwa unta tunggangan
Rasulullah SAW berhenti di suatu tempat. Maka Rasulullah SAW
memerintahkan agar di tempat itu dibangun sebuah masjid. Rasulullah ikut
serta dalam pembangunan masjid tersebut. Beliau mengangkat dan
memindahkan batu-batu masjid itu dengan tangannya sendiri. Saat itu
kiblat dihadapkan ke Baitul Maqdis.[5]
Tatkala pembangunan masjid selesai,
Rasulullah memasuki pernikahannya dengan Aisyah pada bulan Syawal.
Sejak saat itulah Yatsrib dikenal dengan Madinatur Rasul atau Madinah
Al-Munawwarah. Kaum muslimin melakukan berbagai aktivitasnya di dalam
masjid ini baik itu beribadah, belajar, memutuskan perkara mereka,
berjual beli, dan lain sebagainya. Tempat ini menjadi faktor yang
mendekatkan di antara mereka.
3. Tegaknya Keadilan
Misi Rasulullah SAW yang utama
ialah memperbaiki moral dan masyarakat dan menegakkan sebuah sistem
kemasyarakatan berlandaskan keadilan yang jauh dari penindasan. Nabi
ingin menciptakan suatu masyarakat yang penuh keadilan dan penuh kasih
sayang. Ketika Nabi ingin mendirikan masyarakat seperti itu beliau
berhadapan dengan musuh-musuh keadilan dan musuh-musuh kasih sayang.
Oleh karena itu, keterlibatan Nabi dalam politik hanyalah sejauh
menentang ketidak adilan dan kezaliman.[6]
Beliau membuat konstitusi
berdasarkan musyawarah dengan orang Yahudi, Nashara, dan orang kafir
yang tidak beragama. Semua membangun hidup di kota Madinah. Kalau orang
Yahudi diserang, orang lain akan membantu; dan kalau orang Islam
diserang, yang lain pun akan membantunya. Madinah menjadi kota
pluralitis yang dimiliki oleh berbagai agama.[7]
Satu hal yang terus ditegakkan oleh
Nabi di kota Madinah ialah keadilan, termasuk keadilan terhadap
golongan lain. Dalam Al-Quran surah Al-maidah disebutkan:
Artinya: Hai orang-orang yang
beriman hendaklah kamu Jadi orang-orang yang selalu menegakkan
(kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. dan janganlah
sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk
Berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada
takwa. dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui
apa yang kamu kerjakan.
Ayat diatas menunjukakan bahwa
perjuangan yang harus dilakukan adalah menegakkan keadilan. Reformasi
pertama yang dilakukan Rasulullah SAW adalah merubah masyarakat yang
berdasarkan penindasan kepada masyarakat yang berdasarkan keadilan.
Salah satu unsur masyarakat yang berdasarkan keadilan adalah masyarakat
yang tunduk kepada hukum. Semua orang tunduk kepada hukum; tidak ada
orang yang bisa lepas dari ketentuan hukum.
4. Persaudaraan Antara Kaum Muhajirin dan Anshar
Rasulullah SAW mempersaudarakan di
antara kaum muslimin. Mereka kemudian membagikan rumah yang mereka
miliki, bahkan juga istri-istri dan harta mereka. Persaudaraan ini
terjadi lebih kuat dari pada hanya persaudaraan yang berdasarkan
keturunan. Dengan persaudaraan ini, Rasulullah SAW telah menciptakan
sebuah kesatuan yang berdasarkan agama sebagai pengganti dari persatuan
yang berdasarkan kabilah.
5. Kesepakatan Untuk Saling Membantu Antara Kaum Muslimin dan Non-Muslimin
Di Madinah ada tiga golongan
manusia. Kaum muslimin, orang-orang Arab, serta kaum Non-Muslimin dan
orang-orang Yahudi (Bani Nadhir, Bani Quraizhah, dan Bani Qainuqa’).
Rasulullah SAW melakukan satu kesepakatan dengan mereka untuk terjadinya
sebuah keamanan dan kedamaian. Juga untuk melahirkan sebuah suasana
saling membantu dan toleransi di antara golongan tersebut.
6. Terbangunnya Umat Yang Berideologi Islam
Selain mereformasi keadilan,
Rasulullah SAW juga mengubah masyarakat dari sistem sosial yang
berdasarkan kesukaan, kekeluargaan, dan kelompok menjadi komunitas yang
berdasarkan ideologi Islam: dari perasaan kekabilahan ke sebuah sistem
yang berdasarkan pada ikatan keislaman atau ukhuwwah islamiyyah. Nabi
mengubah masyarakat yang diikat oleh kesetiaan kepada kelompok menjadi
masyarakat yang setia kepada Islam: dari kehidupan yang berdasarkan
semangat suku dan fanatisme kelompok kepada kehidupan yang didasarkan
pada persaudaraan Islam.
Dalam masyarakat Arab zaman
jahiliah, orang-orang bergabung tidak dalam suku bangsa, tetapi dalam
kabilah atau keluarganya masing-masing. Misalnya, dalam kabilah Bani
Kinanah, Bani Quraisy, dan Bani Kilab. Kesetiaan seseorang bergantung
pada kabilahnya. Kalau ada tamu datang kepada satu kabilah, tamu itu
bukan saja menjadi tamu bagi seseorang, melainkan juga bagi seluruh
kabilah itu. Orang yang memusuhi seseorang dalam suatu kabilah, bukan
saja menjadi musuh bagi seseorang tersebut, melainkan juga musuh bagi
seluruh anggota kabilah itu. Kalau ada orang yang terbunuh di antara
mereka, seluruh kabilah akan membelanya. Tidak jadi persoalan apakah
orang itu benar atau salah.
Nabi mengajari bangsa Arab untuk
meninggalkan seluruh kabilah itu. Mereka harus mencari perlindungan yang
satu saja, yaitu Allah SWT. Dengan kedatangan Nabi, semua kabilah yang
banyak itu seakan-akan disuruh memilih antara dua kabilah saja,
“kabilah” Allah SWT dan kabilah selain AllahSWT.
Al-Qur’an menyebut kabilah selain
Allah SWT itu sebagai Thaghut. Allah SWT adalah Maula buat orang-orang
mukmin. Dalam surah Muhammad Allah SWT berfirman:
y7Ï9ºs ¨br‘Î/ ©!$# n<öqtB tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä ¨br&ur tûïÍÏÿ»s3ø9$# w 4n<öqtB öNçlm; ÇÊÊÈ
Artinya: yang demikian
itu karena Sesungguhnya Allah adalah pelindung orang-orang yang beriman
dan karena Sesungguhnya orang-orang kafir itu tidak mempunyai Pelindung.
Allah SWT menegaskan bahwa
orang-orang yang masuk Islam harus meninggalkan kesetiaan kepada
kabilah-kabilah. Kesetian mereka itu harus dipersembahkan kepada satu
maula saja yaitu Allah SWT.
Inilah reformasi kedua yang
dilakukan oleh Nabi: mengubah masyarakat dari kesetiaan kepada kelompok
dan keluarga menjadi kesetiaan kepada Allah SWT, Rasul-Nya dan kaum
Mukmin.
Allah SWT menunjuk Rasul-Nya
sebagai wakil Tuhan di bumi ini dan komunitasnya adalah orang-orang
beriman. Dasar yang mengikat kesetian kita kepada Allah SWT dan
Rasul-Nya adalah kalimat syahadat: “Asyhadu an la ilaaha illa Allah wa
asyhadu anna Muhammadan Rasulullah”.[8]
7. Peletakan Asas-asas Politik, Ekonomi, dan Sosial
Islam adalah agama dan sudah
sepantasnya jika di dalam negara diletakkan dasar-dasar Islam.
Rasulullah SWT dengan segala usahanya telah membentuk kota Madinah
dalam sebuah kehidupan yang mulia dan penuh dengan nilai-nilai utama.
Terjadi sebuah persaudaraan yang jujur dan kokoh, ada solidaritas yang
erat di antara anggota masyarakatnya. Dengan demikian, berarti bahwa
inilah masyarakat Islam pertama yang dibangun Rasulullah SAW dengan
asas-asasnya yang abadi.
Secara sistematik, proses peradaban yang dilakukan oleh Nabi pada masyarakat Islam di Yatsrib adalah: Pertama,
Nabi Muhammad SAW mengubah nama Yatsrib menjadi Madinah (Madinah
Ar-Rasul, Madinah An-Nabi, atau Madinah Al-Munawwarah). Perubahan yang
bukan terjadi secara kebetulan, tetapi perubahan nama yang menggambarkan
cita-cita Nabi Muhammad SAW, yaitu membentuk sebuah masyarakat yang
tertib dan maju, dan berperadaban. Kedua, membangun masjid,
membangun masjid. Masjid bukan hanya dijadikan pusat kegiatan ritual
shalat saja, tetapi juga menjadi sarana penting untuk mempersatukan kaum
muslimin dengan musyawarah dalam merundingkan masalah-masalah yang
dihadapi. Di samping itu, masjid juga menjadi pusat kegiatan
pemerintahan. Ketiga, Nabi Muhammad SAW membentuk kegiatan
mu’akhat (persaudaran), yaitu mempersaudarakan kaum Muhajirin dengan
Anshar. Persaudaraan diharapkan dapat mengikat kaum muslimin dalam satu
persaudaraan dan kekeluargaan. Nabi Muhammad SAW membentuk persaudaraan
yang baru, yaitu persaudaraan seagama, di samping bentuk persaudaraan
yang sudah ada sebelumnya, yaitu bentuk persaudaraan berdasarkan darah. Keempat, membentuk persahabatan dengan pihak-pihak lain yang tidak beragama Islam. Dan Kelima, Nabi Muhammad SAW membentuk pasukan tentara untuk mengantisipasi gangguan-gangguan yang dilakukan oleh musuh.[9]
D. Sisi Lain Dari Rasulullah SAW
1. Rasulullah SAW Adalah Seorang Reformis
Seperti yang telah disinggung
sebelumnya bahwa misi Rasul yang utama ialah memperbaikai moral
masyarakat dan menegakkan sebuah sistem masyarakat yang berlandaskan
keadilan. Lalu apa reformasi yang dilakukan oleh Rasulullah SAW?
Reformasi Rasul ialah berupaya untuk menegakkan sebuah sistem masyarakat
berdasarkan keadilan. Rasul tidak pernah berteriak-teriak ingin
mendirikan negara Islam. Rasul tidak pernah bersabda “marilah kita
berjuang mendirikan negara Islam”.
Reformasi yang dilakukan Rasulullah
SAW tidak bertujuan membentuk partai atau mendirikan negara Islam.
Tujuan reformasi Rasulullah SAW ialah menegakkan keadilan, menentang
kezaliman, dan melawan penindasan. Seluruh ajaran Islam yang berkaitan
dengan politik tidak ada hubungannya dengan posisi dalam pemerintahan.
Kegiatan orang Islam memasuki kegiatan politik hanya untuk menegakkan
keadilan dan menumbangkan kezaliman.
Rasulullah SAW adalah seorang
reformis yang ideologinya adalah keadilan, dan yang ditentangnya, sampai
beliau melakukan peperangan, adalah kezaliman dan penindasan. Itulah
reformasi Rasulullah SAW yang pertama, menumbangkan kezaliman dan
menegakkan keadilan. Rasulullah SAW meletakkan keadilan di atas
segala-galanya.
Reformasi yang kedua yang dilakukan
Rasulullah SAW adalah mengubah masyarakat dari sistem sosial yang
berdasarkan kesukaan, kekeluargaan dan kelompok menjadi komunitas yang
berdasarkan ideologi Islam. Dan ini telah dijabarkan sebelumnya di atas.
2. Rasulullah SAW Adalah Seorang Pemimpin Politik
Rasulullah SAW adalah pemimpin kaum
muslimin secara politik dan militer. Beliaulah yang membawa mereka
memetik kemenangan demi kemenangan.
Sukses tidaknya seorang peminpin politik, tergantung pada banyak hal. Seorang pemimpin harus memenuhi hal-hal berikut:[10]
1. Bisa
memahami seluruh sendi gerakan dakwah yang ia pimpin, mempercayai
kebenarannya, dan meyakini kemenangannya. Akhlak dan perbuatannya juga
harus merupakan cerminan dari apa yang sedang didakwahkan, sehingga,
segala perbuatannya bisa mendukung kesuksesan dakwah. Tidak malah
membuat celah bagi musuh-musuhnya untuk menyerang.
2. Mampu menyampaikan dan meyakinkan seluruh ajaran dakwahnya kepada umat secara terus-menerus.
3. Sanggup membina, mengatur, dan mengarahkan seluruh orang yang mau dan telah menyambut dakwah.
4. Dapat menciptakan rasa saling percaya antara peminpin dan yang dipimpin.
5. Mengetahui sisi-sisi kemampuan para pengikutnya.
6. Dapat menyelesaikan berbagai masalah.
7. Mempunya pandangan yang luas dan jauh.
8. Bisa membawa pengikutnya menuju kemenangan.
9. Teliti
dan tepat dalam membangun negara, sebagai wadah politiknya, sehingga
wadah itu bisa selalu berkembang, dan bertahan dalam waktu yang lama.
Demikainlah kiranya, ciri-ciri
kesuksesan seorang pemimpin politik. Dalam sejarah, tidak ada yang
sesempurna Nabi Muhammad SAW. Kesempurnaan beliau, dalam hal ini
merupakan satu bagian kesempurnaan beliau yang banyak. Kesempurnaan,
kesuksesan, kemenangan, keistiqomahan langkahnya dan datangnya dukungan
dari Allah SWT, adalah bukti bahwa beliau benar-benar utusan Allah SWT,
yang mendapat pembinaan dan perlindungan langsung dari Allah SWT.
Rasulullah SAW dengan segala
kesempurnaannya telah mampu menciptakan sebauh negara yang berlandaskan
Islam. Tentu ini tidak diraih dengan mudahnya, butuh perjuangan yang
banyak dan sangat dari Rasulullah SAW sendiri dan juga para kaum
muslimin saat itu.
Begitu dasyat perjuangan yang
dilakukan Rasulullah SAW dan para kaum muslimin dalam menciptakan sebuah
peradaban yang berlandaskan Islam ini. Meskipun pada hakikatnya ini
bukanlah tujuan dari diutusnya Rasulullah SAW, melaikan ialah untuk
menyempurnakan Akhlak umatnya. Namun secara tidak langsung dari usaha
membentuk penyempurnaan akhlak itu tercipta lah manusia yang bermoral
dan berideologikan Islam dengan segala substansinya. Dan hasil akhir
dari usaha itu adalah terwujudnya suatu peradaban yang bermoral di dalam
masyarakat yang berlandaskan Islam.
Dari apa yang diuraikan diatas
dapatlah kiranya kita mengambil ikhtibar dalam perjalanan membentuk
suatu masyarakat yang bermoral. Sebuah usaha bagaimana memanusiakan
manusia, menciptakan keadailan di segala lini kehidupan yang berdasarkan
hukum yang jelas, serta membangun umat yang berideologikan Islam. Semua
dapat kita contoh dari apa yang dilakukan Rasulullah SAW kepada umatnya
dalam kurun waktu dakwahnya baik itu ketika di Mekah maupun Madinah.
Sejarah Peradaban Islam di Eropa (711M-1492M)
BAB I : PENDAHULUAN
Ketika Islam mulai memasuki masa kemunduran di daerah Semenanjung Arab, bangsa-bangsa Eropa justru mulai bangkit dari tidurnya yang panjang, yang kemudian banyak dikenal denganRenaissance. Kebangkitan tersebut bukan saja dalam bidang politik, dengan keberhasilan Eropa mengalahkan kerajaan-kerajaan Islam dan bagian dunia lainnya, tetapi terutama dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Harus diakui, bahwa justru dalam bidang ilmu dan teknologi itulah yang mendukung keberhasilan negara-negara baru Eropa. Kemajuan-kemajuan Eropa tidak dapat dipisahkan dari peran Islam saat menguasai Spanyol.[1]
Dari Spanyol Islam itulah Eropa banyak menimba ilmu pengetahuan. Ketika Islam mencapai masa keemasannya, kota Cordoba dan Granada di Spanyol merupakan pusat-pusat peradaban Islam yang sangat penting saat itu dan dianggap menyaingi Baghdad di Timur. Ketika itu, orang-orang Eropa Kristen, Katolik maupun Yahudi dari berbagai wilayah dan negara banyak belajar di perguruan-perguruan tinggi Islam di sana. Islam menjadi “guru” bagi orang Eropa[2] Di sini pula mereka dapat hidup dengan aman penuh dengan kedamaian dan toleransi yang tinggi, kebebasan untuk berimajinasi dan adanya ruang yang luas untuk mengekspresikan jiwa-jiwa seni dan sastra.[3]
Penduduk keturunan Spanyol dapat diklasifikasikan dalam tiga kategori, yaitu: Pertama, kelompok yang telah memeluk Islam; Kedua, kelompok yang tetap pada keyakinannya tetapi meniru adat dan kebiasaan bangsa Arab, baik dalam bertingkah laku maupun bertutur kata; mereka kemudian dikenal dengan sebutan Musta’ribah, dan Ketiga, kelompok yang tetap berpegang teguh pada agamanya semula dan warisan budaya nenek moyangnya. Tidak sedikit dari mereka, yang nonmuslim, menjadi pejabat sipil maupun militer, di dalam kekuasaan Islam Spanyol. Mereka pun mendapat keleluasaan dalam menjalankan ibadah mereka tanpa diganggu atau mendapat rintangan dari penguasa muslim saat itu, sesuatu yang tidak pernah terjadi sebelumnya saat penguasa Kristen memerintah Spanyol.[4]
BAB II : PEMBAHASAN
A. Masuknya Islam ke Eropa
Dalam sejarah ilmu pengetahuan dan peradaban Islam, tanah Spanyol lebih banyak dikenal dengan nama Andalusia, yang diambil dari sebutan tanah Semenanjung Liberia. Julukan Andalusia ini berasal dari kata Vandalusia, yang artinya negeri bangsa Vandal, karena bagian selatan Semenanjung ini pernah dikuasai oleh bangsa Vandal sebelum mereka dikalahkan oleh bangsa Gothia Barat pada abad V. Daerah ini dikuasai oleh Islam setelah penguasa Bani Umayah merebut tanah Semenanjung ini dari bangsa Gothi Barat pada masa Khalifah Al-Walid ibn Abdul Malik.[5]
Islam masuk ke Spanyol (Cordoba) pada tahun 93 H (711 M) melalui jalur Afrika Utara di bawah pimpinan Tariq bin Ziyad yang memimpin angkatan perang Islam untuk membuka Andalusia.[6]
Sebelum penaklukan Spanyol, umat Islam telah menguasai Afrika Utara dan menjadikannya sebagai salah satu provinsi dari Dinasti Bani Umayah. Penguasaan sepenuhnya atas Afrika Utara itu terjadi di zaman Khalifah Abdul Malik (685-705 M). Khalifah Abdul Malik mengangkat Hasan ibn Nu’man al-Ghassani menjadi gubernur di daerah itu. Pada masa Khalifah Al-Walid, Hasan ibn Nu’man sudah digantikan oleh Musa ibn Nushair. Di zaman Al-Walid itu, Musa ibn Nushair memperluas wilayah kekuasaannya dengan menduduki Aljazair dan Maroko. Penaklukan atas wilayah Afrika Utara itu dari pertama kali dikalahkan sampai menjadi salah satu provinsi dari Khalifah Bani Umayah memakan waktu selama 53 tahun, yaitu mulai tahun 30 H (masa pemerintahan Muawiyah ibn Abi Sufyan) sampai tahun 83 H (masa al-Walid).[7] Sebelum dikalahkan dan kemudian dikuasai Islam, di kawasan ini terdapat kantung-kantung yang menjadi basis kekuasaan Kerajaan Romawi, yaitu Kerajaan Gotik.
Dalam proses penaklukan Spanyol terdapat tiga pahlawan Islam yang dapat dikatakan paling berjasa memimpin satuan-satuan pasukan ke sana. Mereka adalah Tharif ibn Malik, Thariq ibn Ziyad, dan Musa ibn Nushair. Tharif dapat disebut sebagai perintis dan penyelidik. Ia menyeberangi selat yang berada di antara Maroko dan benua Eropa itu dengan satu pasukan perang lima ratus orang di antaranya adalah tentara berkuda, mereka menaiki empat buah kapal yang disediakan oleh Julian. Ia menang dan kembali ke Afrika Utara membawa harta rampasan yang tidak sedikit jumlahnya. Didorong oleh keberhasilan Tharif ibn Malik dan kemelut yang terjadi dalam tubuh kerajaan Visigothicyang berkuasa di Spanyol pada saat itu, serta dorongan yang besar untuk memperoleh harta rampasan perang, Musa ibn Nushair pada tahun 711 M mengirim pasukan ke Spanyol sebanyak 7000 orang di bawah pimpinan Thariq ibn Ziyad.[8]
Thariq ibn Ziyad lebih banyak dikenal sebagai penaklukan Spanyol karena pasukannya lebih besar dan hasilnya lebih nyata. Pasukannya terdiri dari sebagian besar suku Barbar yang didukung oleh Musa ibn Nushair dan sebagian lagi orang Arab yang dikirim Khalifah al-Walid. Pasukan itu kemudian menyeberangi selat di bawah pimpinan Thariq ibn Ziyad.[9] Sebuah gunung tempat pertama kali Thariq dan pasukannya mendarat dan menyiapkan pasukannya, dikenal dengan nama Gibraltar (Jabal Thariq). Dengan dikuasainya daerah ini, maka terbukalah pintu secara luas untuk memasuki Spanyol. Dalam pertempuran di Bakkah, Raja Roderick dapat dikalahkan. Dari situ Thariq dan pasukannya menaklukkan kota-kota penting seperti Cordova, Granada dan Toledo (Ibu kota kerajaan Goth saat itu).[10] Sebelum menaklukkan kota Toledo, Thariq meminta tambahan pasukan kepada Musa ibn Nushair di Afrika Utara. Lalu dikirimlah 5000 personil, sehingga jumlah pasukan Thariq 12000 orang. Jumlah ini tidak sebanding dengan pasukan ghothic yang berjumlah 25.000 orang.[11]
Kemenangan pertama yang dicapai oleh Thariq ibn Ziyad membuka jalan untuk penaklukan wilayah yang lebih luas lagi. Musa bin Nushair pun melibatkan diri untuk membantu perjuangan Thariq. Selanjutnya, keduanya berhasil menguasai seluruh kota penting di Spanyol, termasuk bagian utaranya mulai dari Saragosa sampai Navarre.[12]
Gelombang perluasan wilayah berikutnya muncul pada masa pemerintahan Khalifah Umar ibn Abdil Aziz tahun 99 H/717 M, dengan sasarannya menguasai daerah sekitar pegunungan Pyrenia dan Prancis Selatan. Gelombang kedua terbesar dari penyerbuan kaum muslimin yang geraknya dimulai pada permulaan abad ke-8 M ini, telah menjangkau seluruh Spanyol dan melebar jauh ke Prancis Tengah dan bagian-bagian penting dari Italia.[13]
Kemenangan-kemenangan yang dicapai umat Islam nampak begitu mudah. Hal itu tidak dapat dipisahkan dari adanya faktor eksternal dan internal.
Yang dimaksud dengan faktor eksternal adalah suatu kondisi yang terdapat di dalam negeri Spanyol sendiri. Pada masa penaklukan Spanyol oleh orang-orang Islam, kondisi sosial, politik, dan ekonomi negeri ini berada dalam keadaan menyedihkan. Secara politik, wilayah Spanyol terkoyak-koyak dan terbagi-bagi ke dalam beberapa negeri kecil. Bersamaan dengan itu, penguasa Gothic bersikap tidak toleran terhadap aliran agama yang dianut oleh penguasa, yaitu aliran Monofisit, apalagi terhadap penganut agama lain, Yahudi. Penganut agama Yahudi yang merupakan bagian terbesar dari penduduk Spanyol dipaksa dibaptis menurut agama Kristen. Yang tidak bersedia disiksa dan dibunuh secara brutal.[14] Rakyat dibagi-bagi ke dalam sistem kelas, sehingga, keadaannya diliputi oleh kemelaratan, ketertindasan, dan ketiadaan persamaan hak. Di dalam situasi seperti itu, kaum tertindas menanti kedatangan juru pembebas dan juru pembebasnya mereka temukan dari orang Islam.[15] Berkenaan dengan itu, Ameer Ali, seperti dikutip oleh Imamuddin mengatakan, ketika Afrika (Timur dan Barat) menikmati kenyamanan dalam segi material, kebersamaan, keadilan, dan kesejahteraan tetangganya di jazirah Spanyol berada dalam keadaan menyedihkan di bawah kekuasaan tangan resi penguasa Visighotic. Di sisi lain, kerajaan berada dalam kemelut yang membawa akibat pada penderitaan masyarakat.[16] akibat perlakuan yang keji, koloni-koloni Yahudi yang penting menjadi tempat-tempat perlawanan dan pemberontakan. Perpecahan dalam negeri Spanyol ini banyak membantu keberhasilan campur tangan Islam di tahun 711 M. Perpecahan itu amat banyak coraknya dan sudah ada jauh sebelum kerajaan Gothic berdiri.
Perpecahan politik memperburuk keadaan ekonomi masyarakat. Ketika Islam masuk ke Spanyol, ekonomi masyarakat dalam keadaan lumpuh. Padahal, sewaktu Spanyol berada di bawah pemerintahan Romawi, berkat kesuburan tanahnya, pertanian maju pesat. Demikian juga pertambangan, industri, dan perdagangan karena didukung oleh sarana transportasi yang baik. Akan tetapi, setelah Spanyol berada di bawah kekuasaan kerajaan Goth, perekonomian lumpuh dan kesejahteraan masyarakat menurun. Hektaran tanah dibiarkan terlantar tanpa digarap, beberapa pabrik ditutup, dan antara satu daerah dengan daerah lain sulit dilalui akibat jalan-jalan tidak mendapat perawatan.[17]
Buruknya kondisi sosial, ekonomi, dan keagamaan tersebut terutama disebabkan oleh keadaan politik yang kacau. Kondisi terburuk terjadi pada masa pemerintahan Raja Roderick, Raja Goth terakhir yang dikalahkan Islam.
Awal kehancuran kerajaan Ghot adalah ketika Raja Roderick memindahkan ibu kota negaranya dari Seville ke Toledo, sementara Witiza, yang saat itu menjadi penguasa atas wilayah Toledo, diberhentikan begitu saja. Keadaan ini memancing amarah dari Oppas dan Achila, kakak, dan anak Witiza. Keduanya kemudian bangkit menghimpun kekuatan untuk menjatuhkan Roderick. Mereka pergi ke Afrika Utara dan bergabung dengan kaum muslimin. Sementara itu, terjadi pula konflik antara Roderick dengan Ratu Julian, mantan penguasa wilayah Septah. Julian juga bergabung dengan kaum Muslimin di Afrika Utara dan mendukung usaha umat Islam untuk menguasai Spanyol. Julian bahkan memberikan pinjaman empat buah kapal yang dipakai oleh Tharif, Tariq, dan Musa.[18]
Hal menguntungkan tentara Islam lainnya adalah tentara Roderick yang terdiri dari para budak yang tertindas tidak lagi mempunyai semangat perang. Selain itu, orang Yahudi yang selama ini tertekan juga mengadakan persekutuan dan memberikan bantuan bagi perjuangan kaum Muslimin.[19]
Adapun yang dimaksud dengan faktor internal adalah suatu kondisi yang terdapat dalam tubuh penguasa, tokoh-tokoh pejuang, dan para prajurit Islam yang terlibat dalam penaklukan wilayah Spanyol pada khususnya. Para pemimpin adalah tokoh-tokoh yang kuat, tentaranya kompak, bersatu, dan penuh percaya diri. Mereka pun cakap, berani, dan tabah dalam menghadapi setiap persoalan. Yang tak kalah pentingnya adalah ajaran Islam yang ditunjukkan para tentara Islam, yaitu toleransi, persaudaraan, dan tolong menolong. Sikap toleransi agama dan persaudaraan yang terdapat dalam pribadi kaum Muslimin itu menyebabkan penduduk Spanyol menyambut kehadiran Islam di sana.
B. Perkembangan Islam di Spanyol
Sejak pertama kali Islam menginjakkan kakinya ditanah Spanyol hingga jatuhnyua kerajaan Islam terakhir di sana sekitar tujuh setengan abad lamanya, Islam memainkan peranan yang besar, baik dalam bidang kemajuan intelektual (filsafat, sains, fikih, musik dan kesenian, bahasa dan sastra), kemegahan bangunan fisik (Cordova dan Granada).[20] Sejarah panjang yang dilalui umat Islam di Spanyol itu dapat dibagi menjadi enam periode yaitu :
1. Periode Pertama (711-755 M)
Pada periode ini, Spanyol berada di bawah pemerintahan para wali yang diangkat oleh Khalifah Bani Umayah yang terpusat di Damaskus. Pada periode ini stabilitas politik negeri Spanyol belum tercapai secara sempurna, gangguan-gangguan masih terjadi, baik dari dalam maupun dari luar. Gangguan dari dalam antara lain berupa perselisihan di antara elite penguasa, terutama akibat perbedaan etnis dan golongan. Di samping itu, terdapat perbedaan pandangan antara Khalifah di Damaskus dan gubernur Afrika Utara yang berpusat di Khairawan. Masing-masing mengaku bahwa merekalah yang paling berhak menguasai daerah Spanyol ini. Oleh karena itu, terjadi dua puluh kali pergantian wali (gubernur) Spanyol dalam jangka waktu yang amat singkat. Perbedaan pandangan politik itu menyebabkan seringnya terjadi perang saudara. Hal ini ada hubungannya dengan perbedaan etnis, terutama antara Barbar asal Afrika Utara dan Arab. Di dalam etnis Arab sendiri terdapat dua golongan yang terus-menerus bersaing yaitu suku Qaisy (Arab Utara) dan Arab Yamani (Arab Selatan). Perbedaan etnis ini sering kali menimbulkan konflik politik, terutama ketika tidak ada figur yang tangguh. Itulah sebabnya di Spanyol pada saat itu tidak ada gubernur yang mampu mempertahankan kekuasaannya untuk jangka waktu yang agak lama.[21] Periode ini berakhir dengan datangnya Abdurrahman Al-Dakhil ke Spanyol pada tahun 138 H/755 M.
2. Periode Kedua (755-912 M)
Pada periode ini, Spanyol berada di bawah pemerintahan seorang yang bergelar amir (panglima atau gubernur) tetapi tidak tunduk kepada pusat pemerintahan Islam, yang ketika itu dipegang oleh Khalifah Abbasiyah di Baghdad. Amir pertama adalah Abdurrahman I yang memasuki Spanyol tahun 138 H/755 M dan diberi gelar Al-Dakhil (yang masuk ke Spanyol). Ia berhasil mendirikan dinasti Bani Umayah di Spanyol. Penguasa-penguasa Spanyol pada periode ini adalah Abdurrahman Al-Dakhil, Hisyam I, Hakam I, Abdurrahman Al-Ausath, Muhammad ibn Abdurrahman, Munzir ibn Muhammad, dan Abdullah ibn Muhammad.
Pada periode ini, umat Islam Spanyol mulai memperoleh kemajuan-kemajuan baik di bidang politik maupun bidang peradaban. Abdurrahman Al-Dakhil mendirikan masjid Cordova dan sekolah-sekolah di kota-kota besar Spanyol. Hisyam dikenal sebagai pembaharu dalam bidang kemiliteran. Dialah yang memprakarsai tentara bayaran di Spanyol. Sedangkan Abdul Rahman Al-Ausath dikenal sebagai penguasa yang cinta ilmu.[22] Pemikiran filsafat juga mulai pada periode ini, terutama di zaman Abdurrahman Al-Ausath.
Pada pertengahan abad ke-9 stabilitas negara terganggu dengan munculnya gerakan Kristen fanatik yang mencari kesahidan (Martyrdom).[23] Gangguan politik yang paling serius pada periode ini datang dari umat Islam sendiri. Golongan pemberontak di Toledo pada tahun 852 M membentuk negara kota yang berlangsung selama 80 tahun. Di samping itu sejumlah orang yang tak puas membangkitkan revolusi. Yang terpenting diantaranya adalah pemberontakan yang dipimpin oleh Hafshun dan anaknya yang berpusat di pegunungan dekat Malaga. Sementara itu, perselisihan antara orang-orang Barbar dan orang-orang Arab masih sering terjadi.[24]
Ada yang berpendapat pada periode ini dibagi menjadi dua yaitu masa Ke Amiran (755-912) dan masa ke Khalifahan (912-1013).[25]
3. Periode Ketiga (912-1013 M)
Periode ini berlangsung mulai dari pemerintahan Abdurrahman III yang bergelar “An-Nasir” sampai munculnya “raja-raja kelompok” yang dikenal dengan sebutan Muluk Al-Thawaif. Pada periode ini Spanyol diperintah oleh penguasa dengan gelar Khalifah, penggunaan khalifah tersebut bermula dari berita yang sampai kepada Abdurrahman III, bahwa Muktadir, Khalifah daulah Bani Abbas di Baghdad meninggal dunia dibunuh oleh pengawalnya sendiri. Menurut penilainnya, keadaan ini menunjukkan bahwa suasana pemerintahan Abbasiyah sedang berada dalam kemelut. Ia berpendapat bahwa saat ini merupakan saat yang tepat untuk memakai gelar khalifah yang telah hilang dari kekuasaan Bani Umayyah selama 150 tahun lebih. Karena itulah gelar ini dipakai mulai tahun 929 M. Khalifah-khalifah besar yang memerintah pada periode ini ada tiga orang yaitu Abdurrahman Al-Nasir (912-961 M), Hakam II (961-976 M), dan Hisyam II (976-1009 M).
Pada periode ini umat Islam Spanyol mencapai puncak kemajuan dan kejayaan menyaingi kejayaan daulat Abbasiyah di Baghdad. Abdurrahman Al-Nasir mendirikan universitas Cordova. Ia mendahului Al-Azhar Kairo dan Nizhamiyah Baghdad, juga menarik minat para siswa, Kristen dan Muslim, tidak hanya di Spanyol tetapi juga dari wilayah-wilayah lain di Eropa, Afrika dan Asia.[26]
Akhirnya pada tahun 1013 M, Dewan Menteri yang memerintah Cordova menghapuskan jabatan khalifah. Ketika itu Spanyol sudah terpecah dalam banyak sekali negara kecil yang berpusat di kota-kota tertentu.[27]
4. Periode Keempat (1013-1086 M)
Pada periode ini, Spanyol terpecah menjadi lebih dari tiga puluh negara kecil di bawah pemerintahan raja-raja golongan atau Al-Mulukuth Thawaif yang berpusat di suatu kota seperti Seville, Cordova, Toledo dan sebagainya. Yang terbesar diantaranya adalah Abbadiyah di Seville. Pada periode ini umat Islam memasuki masa pertikaian intern. Ironisnya, kalau terjadi perang saudara, ada di antara pihak-pihak yang bertikai itu yang meminta bantuan kepada raja-raja Kristen. Melihat kelemahan dan kekacauan yang menimpa keadaan politik Islam itu, untuk pertama kalinya orang-orang Kristen pada periode ini mulai mengambil inisiatif penyerangan. Meskipun kehidupan politik tidak stabil, namun kehidupan intelektual terus berkembang pada periode ini. Istana-istana mendorong para sarjana dan sastrawan untuk mendapatkan perlindungan dari satu istana ke istana lain.[28]
5. Periode Kelima (1086-1248 M)
Pada periode ini Spanyol Islam meskipun masih terpecah dalam beberapa negara, tetapi terdapat satu kekuatan yang dominan, yaitu kekuasaan dinasti Murabithun (1086-1143 M) dan dinasti Muwahhidun (1146-1235 M). Dinasti Murabithun pada mulanya adalah sebuah gerakan agama yang didirikan oleh Yusuf ibn Tasyfin di Afrika Utara. Pada tahun 1062 M ia berhasil mendirikan sebuah kerajaan yang berpusat di Marakesy. Pada masa dinasti Murabithun, Saragosa jatuh ke tangan Kristen, tepatnya tahun 1118 M.
Dinasti Muwahhidun didirikan oleh Muhammad ibn Tumazi (w.1128). Dinasti ini datang ke Spanyol di bawah pimpinan Abd al-Mun’im. Pada tahun 1212 M, tentara Kristen memperoleh kemenangan besar di Las Navas de Tolesa. Kekalahan-kekalahan yang dialami Muwahhhidun menyebabkan penguasanya memilih meninggalkan Spanyol dan kembali ke Afrika Utara pada tahun 1235 M. Tahun 1238 M Cordova jatuh ke tangan penguasa Kristen dan Seville jatuh pada tahun 1248 M. Seluruh Spanyol kecuali Granada lepas dari kekuasaan Islam.[29]
6. Periode Keenam (1248-1492 M)
Pada Periode ini, Islam hanya berkuasa di daerah Granada, di bawah dinasti Bani Ahmar (1232-1492). Peradaban kembali mengalami kemajuan seperti di zaman Abdurrahman An-Nasir. Kekuasaan Islam yang merupakan pertahanan terakhir di Spanyol ini berakhir karena perselisihan orang-orang istana dalam perebutan kekuasaan. Abu Abdullah Muhammad merasa tidak senang kepada ayahnya karena menunjuk anaknya yang lain sebagai penggantinya menjadi raja. Dia memberontak dan berusaha merampas kekuasaannya. Dalam pemberontakan itu, ayahnya terbunuh dan digantikan oleh Muhammad ibn Sa’ad. Abu Abdullah kemudian meminta bantuan kepada Ferdinand dan Isabella untuk menjatuhkannya. Dua penguasa Kristen ini dapat mengalahkan penguasa yang sah dan Abu Abdullah naik tahta. Tentu saja, Ferdinand dan Isabella yang mempersatukan kedua kerajaan besar Kristen melalui perkawinan itu tidak cukup puas. Keduanya ingin merebut kekuasaan terakhir umat Islam di Spanyol. Abu Abdullah tidak kuasa menahan serangan-serangan orang Kristen tersebut dan pada akhirnya mengaku kalah. Ia menyerahkan kekuasaan kepada Ferdinand dan Isabella, kemudian hijrah ke Afrika Utara. Dengan demikian berakhirlah kekuasaan Islam di Spanyol tahun 1492 M. Umat Islam setelah itu dihadapkan kepada dua pilihan, masuk Kristen atau pergi meninggalkan Spanyol. Pada tahun 1609 M, boleh dikatakan tidak ada lagi umat Islam di daerah ini.[30]
C. Kemajuan Peradaban
Dalam masa lebih dari tujuh abad, kekuasaan Islam di Spanyol, umat Islam telah mencapai kejayaannya di sana. Banyak prestasi yang mereka peroleh, bahkan, pengaruhnya membawa Eropa dan kemudian dunia, kepada kemajuan yang lebih kompleks.
1. Kemajuan Intelektual
Spanyol adalah negeri yang subur. Kesuburan itu mendatangkan penghasilan ekonomi yang tinggi dan pada gilirannya banyak menghasilkan pemikir.
Masyarakat Spanyol Islam merupakan masyarakat majemuk yang terdiri dari komunitas-komunitas Arab (Utara dan Selatan), al-Muwalladun (orang-orang Spanyol yang masuk Islam), Barbar (umat Islam yang berasal dari Afrika Utara), al-Shaqalibah (penduduk daerah antara Konstantinopel dan Bulgaria yang menjadi tawanan Jerman dan dijual kepada penguasa Islam untuk dijadikan tentara bayaran), Yahudi, Kristen Muzareb yang berbudaya Arab dan Kristen yang masih menentang kehadiran Islam. Semua komunitas itu, kecuali yang terakhir, memberikan saham intelektual terhadap terbentuknya lingkungan budaya Andalus yang melahirkan kebangkitan ilmiah, sastra, dan pembangunan fisik di Spanyol.[31]
a. Filsafat
Islam di Spanyol telah mencatat satu lembaran budaya yang sangat brilian dalam bentangan sejarah Islam. Ia berperan sebagai jembatan penyeberangan yang dilalui ilmu pengetahuan Yunani-Arab ke Eropa pada abad ke-12. Minat terhadap filsafat dan ilmu pengetahuan mulai dikembangkan pada abad ke-9 M, selama pemerintahan penguasa Bani Umayyah yang ke-5, Muhammad ibn Abd Al-Rahman (832-886 M).[32]
Atas inisiatif Al-Hakam (961 -976 M), karya-karya ilmiah dan filosofis diimpor dari Timur dalam jumlah besar, sehingga, Cordova dengan perpustakaan dan universitas-universitasnya mampu menyaingi Baghdad sebagai pusat utama ilmu pengetahuan di dunia islam.
Tokoh utama pertama dalam sejarah filsafat Arab-Spanyol adalah Abu Bakr Muhammad ibn Al-Sayigh yang lebih dikenal dengan Ibn Bajjah. Dilahirkan di Saragosa, ia pindah ke Sevilla dan Granada. Meninggal karena keracunan di Fez tahun 1138 M dalam usia yang masih muda. Seperti Al-Farabi dan Ibn Sina di Timur, masalah yang dikemukakannya bersifat etis dan eskatologis. Magnum opusnyaadalah Tadbir al-Mutawahhid.
Tokoh utama kedua adalah Abu Bakr ibn Thufail, penduduk asli Wadi Asy, sebuah dusun kecil di sebelah timur Granada dan wafat pada usia lanjut tahun 1185 M. Ia banyak menulis masalah kedokteran, astronomi, dan filsafat. Karya filsafatnya yang sangat terkenal adalah Hay ibn Yaqzhan.
Akhir abad ke-12 M menjadi saksi munculnya seorang pengikut Aristoteles yang terbesar di gelanggang filsafat dalam Islam, yaitu Ibnu Rusyd dari Cordova. la lahir tahun 1126 M dan meninggal tahun 1198 M. Ciri khasnya adalah kecermatan dalam menafsirkan naskah-naskah Aristoteles dan kehati-hatian dalam menggeluti masalah-masalah menahun tentang keserasian filsafat dan agama. Dia juga ahli fiqh dengan karyanya Bidayah al-Mujtahid.
Ibnu Rusyd memiliki sikap realisme, rasionalisme, positivisme ilmiah Aristotelian. Sikap skeptis terhadap mistisisme adalah basis di mana ia menyerang filsafat Al-Ghazali.[33]
b. Sains
Ilmu-ilmu kedokteran, musik, matematika, astronomi, kimia dan Iain-lain juga berkembang dengan baik. Abbas ibn Farnas termasyhur dalam ilmu kimia dan astronomi. Ialah orang pertama yang menemukan pembuatan kaca dari batu.[34] Ibrahim ibn Yahya Al-Naqqash terkenal dalam ilmu astronomi. la dapat menentukan waktu terjadinya gerhana matahari dan menentukan berapa lamanya. la juga berhasil membuat teropong modern yang dapat menentukan jarak antara tata surya dan bintang-bintang. Ahmad ibn Ibas dari Cordova adalah ahli dalam bidang obat-obatan. Umm Al-Hasan bint Abi Ja’far dan saudara perempuan Al-Hafidz adalah dua orang ahli kedokteran dari kalangan wanita.
Fisika. Kitab Mizanul Hikmah (The Scale of Wisdom), ditulis oleh Abdul Rahman al-Khazini pada tahun 1121, adalah satu karya fundamental dalam ilmu fisika di Abad Pertengahan, mewujudkan “tabel berat jenis benda cair dan padat dan berbagai teori dan kenyataan yang berhubungan dengan fisika.[35]
Trigonometri Pengantar kepada risalah astronomi dari Jabir ibnu Aflah, dari Seville, ditulis oleh Islah al-Majisti pada pertengahan abad dua belas, berisi tentang teori-teori trigonometrikal. Hasan al-Marrakusyi telah melengkapi pada tahun 1229 di Maroko, suatu risalah astronomi dengan informasi trigonometri. Karyanya tersebut berisi “tabel sinus untuk setiap setengah derajat, juga tabel untuk mengenal benar-benar sinus, arc sinus dan arc cotangen”
Observatorium Maragha, berdiri pada tahun 1259 di Azerbaijan, Persia, menjadi pusat studi astronomi dan alat-alat (baru) atau untuk memperbaiki alat-alat astronomi, kreatif dan terkenal untuk suatu periode yang singkat. Pusat yang menarik bagi ahli astronomi dan pembuat alat-alat astronomi dari Persia dan mungkin Cina.[36]
Dalam bidang sejarah dan geografi, wilayah Islam bagian barat melahirkan banyak pemikir terkenal. Ibn Jubair dari Valencia (1145-1228 M) menulis tentang negeri-negeri muslim Mediterania dan Sicilia dan Ibn Batuthah dari Tangier (1304-1377 M) mencapai Samudera Pasai dan Cina. Ibn Al-Khatib (1317-1374 M) menyusun riwayat Granada, sedangkan Ibn Khaldun dari Tunis adalah perumus filsafat sejarah. Semua sejarawan di atas bertempat tinggal di Spanyol, yang kemudian pindah ke Afrika.
Geografi. Zamakhsyari (wafat 1144) seorang Persia, menulis Kitabul Amkina waljibal wal Miyah (The Book of Places, Mountains and Waters). Yaqut menulis Mu’jamul Buldan (The Persian Book of Places), tahun 1228, berupa suatu daftar ekstensif data-data geografis menurut abjad termasuk fakta-fakta atas manusia dan geografi alam, arkeologi, astronomi, fisika dan geografi sejarah. Aja’ib al-Buldan (The Wonders of Lands), karya al-Qazwini, tahun 1262, ditulis dalam tujuh bagian yang berkaitan dengan iklim. Muhammad ibnu Ali az-Zuhri dari Spanyol, menulis satu risalah teori geografi setelah tahun 1140. Al-Idrisi dari Sisilia, menulis untuk raja Normandia, Roger II, yang kemudian diketahui sebagai sebuah deskripsi geografi yang paling teliti di dunia. Ia juga menggubah ensiklopedia geografi antara tahun 1154 dan 1166 untuk William I. Al-Mazini di Granada telah menulis geografi Islam Timur dan daerah Volga; keduanya didasarkan atas perjalanannya.[37]
C. Fiqih
Dalam bidang fiqih, Spanyol Islam dikenal sebagai penganut Maliki. Yang memperkenalkan mazhab ini di sana adalah Ziyad ibn Abd Al-Rahman. Perkembangan selanjutnya ditentukan oleh Ibn Yahya yang menjadi qadhi pada masa Hisyam ibn Abd Al-Rahman. Ahli-ahli fiqih lainnya di antaranya adalah Abu Bakr ibn Al-Quthiyah, Munzir ibn Sa’id Al-Baluthi, dan Ibn Hazm yang terkenal.[38]
d. Musik dan Kesenian
Dalam bidang musik dan seni suara, Spanyol Islam mencapai kecemerlangan dengan tokohnya Al-Hasan ibn Nafi yang dijuluki zaryab. Setiap kali diselenggarakan pertemuan dan jamuan, Zaryab selalu tampil mempertunjukkan kebolehannya. la juga terkenal sebagai penggubah lagu. Ilmu yang dimilikinya itu diturunkan kepada anak-anaknya, baik pria maupun wanita, dan juga kepada budak-budak, sehingga kemasyhurannya tersebar luas.
Studi-studi musikal Islam, seperti telah diprakarsai oleh para teoritikus al-Kindi, Avicenna dan Farabi, telah diterjemahkan ke bahasa Hebrew dan Latin sampai periode pencerahan Eropa. Banyak penulis-penulis dan musikolog Barat setelah tahun 1200, Gundi Salvus, Robert Kilwardi, Ramon Lull, Adam de Fulda, dan George Reish dan Iain-lain, menunjuk kepada terjemahan Latin dari tulisan-tulisan musikal Farabi. Dua bukunya yang paling sering disebut adalah De Scientiis dan De Ortu Scientiarum.
Musik Muslim juga disebarluaskan ke seluruh benua Eropa oleh para “penyanyi-pengembara” dari periode pertengahan ini memperkenalkan banyak instrumen dan elemen-elemen musik Islami. Instrumen-instrumen yang lebih terkenal adalah lute (al-lud), pandore (tanbur) dan gitar (gitara). Kontribusi Muslim yang penting terhadap warisan musik Barat adalah musik mensural dan nilai-nilai mensural dalam noot dan mode ritmik. Tarian Morris di Inggris berasal dari Moorish mentas (Morise). Spanyol banyak menerapkan model-model musikal untuk sajak dan rima syair dari kebudayaan Muslim.[39]
Banyak risalah musikal yang telah di tulis oleh para tokoh Islam seperti Nasiruddin Tusi dan Qutubuddin Asy-Syairazi yang lebih banyak menyusun teori-teori musik.[40]
e. Bahasa dan Sastra
Bahasa Arab telah menjadi bahasa administrasi dalam pemerintahan Islam di Spanyol. Hal itu dapat diterima oleh orang-orang Islam dan non-Islam. Bahkan, penduduk asli Spanyol menomor duakan bahasa asli mereka. Mereka juga banyak yang ahli dan mahir dalam bahasa Arab, baik keterampilan berbicara maupun tata bahasa. Mereka itu antara lain: Ibn Sayyidih, Ibn Malik pengarang Alfiyah, Ibn Khuruf, Ibn Al-Hajj, Abu Ali Al-Isybili, Abu Al-Hasan Ibn Usfur, dan Abu Hayyan Al-Gharnathi.
2. Kemegahan Pembangunan Fisik
Aspek-aspek pembangunan fisik yang mendapat perhatian umat Islam sangat banyak. Dalam perdagangan, jalan-jalan dan pasar-pasar dibangun. Bidang pertanian demikian juga. Sistem irigasi baru diperkenalkan kepada masyarakat Spanyol yang tidak mengenal sebelumnya. Dam-dam, kanal-kanal, saluran sekunder, tersier, dan jembatan-jembatan air didirikan. Tempat-tempat yang tinggi, dengan begitu, juga mendapat jatah air.
Orang-orang Arab memperkenalkan pengaturan hidrolik untuk tujuan irigasi. Kalau dam digunakan untuk mengecek curah air, waduk (kolam) dibuat untuk konservasi (penyimpanan air). Pengaturan hidrolik itu dibangun dengan memperkenalkan roda air (water wheel) asal Persia yang dinamakan na’urah (Spanyol: Noria). Di samping itu, orang-orang Islam juga memperkenalkan pertanian padi, perkebunan jeruk, kebun-kebun, dan taman-taman.[41]
Industri, di samping pertanian dan perdagangan, juga merupakan tulang punggung ekonomi Spanyol Islam. Di antaranya adalah tekstil, kayu, kulit, logam, dan industri barang-barang tembikar.
Namun demikian, pembangunan-pembangunan fisik yang paling menonjol adalah pembangunan gedung-gedung, seperti pembangunan kota, istana, mesjid, pemukiman, dan taman-taman. Di antara pembangunan yang megah adalah mesjid Cordova, kota Al-Zahra, Istana Ja’fariyah di Saragosa, tembok Toledo, istana Al-Makmun, mesjid Seville, dan istana Al-Hamra di Granada.
a. Cordova
Cordova adalah ibu kota Spanyol sebelum Islam, yang kemudian diambil alih oleh Bani Umayyah. Oleh penguasa muslim, kota ini dibangun dan diperindah. Jembatan besar dibangun di atas sungai yang mengalir di tengah kota. Taman-taman dibangun untuk menghiasi ibu kota Spanyol Islam. Pohon-pohon dan : bunga-bunga diimpor dari Timur. Di seputar ibu kota berdiri istana-istana yang megah yang semakin mempercantik peman-dangan, setiap istana dan taman diberi nama tersendiri dan di puncaknya terpancang istana Damsik.
Di antara kebanggaan kota Cordova lainnya adalah masjid Cordova. Menurut Ibn Al-Dala’i, terdapat 491 mesjid di sana. Di samping itu, ciri khusus kota-kota Islam adalah adanya tempat-tempat pemandian. Di Cordova saja terdapat sekitar 900 pemandi-an. Di sekitarnya berdiri perkampungan-perkampungan yang indah. Karena air sungai tak dapat diminum, penguasa muslim mendirikan saluran air dari pegunungan yang panjangnya 80 Km.
b. Granada
Granada adalah tempat pertahanan terakhir umat Islam di Spanyol. Di sana berkumpul sisa-sisa kekuatan Arab dan pemikir Islam. Posisi Cordova diambil alih oleh Granada di masa-masa akhir kekuasaan Islam di Spanyol. Arsitektur-arsitektur bangunannya terkenal di seluruh Eropa. Istana Al-Hamra yang indah dan megah adalah pusat dan puncak ketinggian arsitektur Spanyol Islam. Istana itu dikelilingi taman-taman yang tidak kalah indahnya.
Kisah tentang kemajuan pembangunan fisik ini masih bisa diperpanjang dengan kota dan istana Al-Zahra, istana Al-Gazar, inenara Girilda, dan Iain-lain.[42]
3. Faktor-Faktor Pendukung Kemajuan
Spanyol Islam, kemajuannya sangat ditentukan oleh adanya penguasa-penguasa yang kuat dan berwibawa, yang mampu mempersatukan kekuatan-kekuatan umat Islam, seperti Abd Al Rahman Al-Dakhil, Abd Al-Rahman Al-Wasith dan Abd Al-Kahman Al-Nashir.
Keberhasilan politik pemimpin-pemimpin tersebut ditunjang oleh kebijaksanaan penguasa-penguasa lainnya yang mempelopori kegiatan-kegiatan ilmiah yang terpenting di antara penguasa dinasti Umayyah di Spanyol dalam hal ini adalah Muhammad Ibn Abd Al-Rahman (852-886) dan Al-Hakam II Al-Muntashir (961-976).
Toleransi beragama ditegakkan oleh para penguasa terhadap penganut agama Kristen dan Yahudi, sehingga, mereka ikut berpartisipasi mewujudkan peradaban Arab Islam di Spanyol. Untuk orang Kristen, sebagaimana juga orang-orang Yahudi, disediakan hakim khusus yang menangani masalah sesuai dengan ajaran agama mereka masing-masing.
Masyarakat Spanyol Islam merupakan masyarakat majemuk, terdiri dari berbagai komunitas, baik agama maupun bangsa. Dengan ditegakkannya toleransi beragama, komunitas-komunitas itu dapat bekerja sama dan menyumbangkan kelebihannya masing-masing.
Meskipun ada persaingan yang sengit antara Abbasiyah di Baghdad dan Umayyah di Spanyol, hubungan budaya dari Timur dan Barat tidak selalu berupa peperangan. Sejak abad ke-11 M dan seterusnya, banyak sarjana mengadakan perjalanan dari ujung barat wilayah Islam ke ujung timur, sambil membawa buku-buku dan gagasan-gagasan. Hal ini menunjukkan bahwa, meskipun umat Islam terpecah dalam beberapa kesatuan politik, terdapat api yang disebut kesatuan budaya dunia Islam.[43]
Perpecahan politik pada masa Muluk Al-Thawa’if dan sesudahnya tidak menyebabkan mundurnya peradaban. Masa itu, bahkan, merupakan puncak kemajuan ilmu pengetahuan, Kesenian, dan kebudayaan Spanyol Islam. Setiap dinasti (raja) di Malaga, Toledo, Sevilla, Granada, dan Iain-lain berusaha menyaingi Cordova. Kalau sebelumnya Cordova merupakan satu-satunya pusat ilmu dan peradaban Islam di Spanyol, Muluk Al-Thawa’if berhasil mendirikan pusat-pusat peradaban baru yang di antaranya justru lebih maju.[44]
D. Penyebab Kemunduran dan Kehancuran
1. Konflik Islam dengan Kristen
Para penguasa Muslim tidak melakukan Islamisasi secara sempurna. Mereka sudah merasa puas dengan hanya menagih upeti dari kerajaan-kerajaan Kristen taklukannya dan membiarkan mereka mempertahankan hukum dan adat mereka, termasuk posisi hirarki tradisional, asal tidak ada perlawanan bersenjata.38 Namun demikian, kehadiran Arab Islam telah memperkuat rasa kebangsaan orang-orang Spanyol Kristen. Hal itu menyebabkan kehidupan negara Islam di Spanyol tidak pernah berhenti dari pertentangan antara Islam dan Kristen. Pada abad ke-11 M umat Kristen memperoleh kemajuan pesat, sementara umat Islam sedang mengalami kemunduran.[45]
2. Tidak Adanya Ideologi Pemersatu
Kalau di tempat-tempat lain, para mukalaf diperlakukan sebagai orang Islam yang sederajat, di Spanyol, sebagaimana politik yang dijalankan Bani Umayyah di Damaskus, orang-orang Arab tidak pernah menerima orang-orang pribumi. Setidak-tidaknya sampai abad ke-10 M, mereka masih memberi istilah ‘ibad dan muwalladun kepada para mukalaf itu, suatu ungkapan yang dinilai merendahkan. Akibatnya, kelompok-kelompok etnis non-Arab yang ada sering menggerogoti dan merusak perdamaian. Hal itu mendatangkan dampak besar terhadap sejarah sosio-ekonomi negeri tersebut. Hal ini menunjukkan tidak adanya ideologi yang dapat memberi makna persatuan, di samping kurangnya figur yang dapat menjadi personifikasi ideologi itu.[46]
3. Kesulitan Ekonomi
Di paruh kedua masa Islam di Spanyol, para penguasa membangun kota dan mengembangkan ilmu pengetahuan dengan sangat “serius”, sehingga lalai membina perekonomian.[47] Akibatnya timbul kesulitan ekonomi yang amat memberatkan dan mempengaruhi kondisi politik dan militer.
4. Tidak Jelasnya Sistem Peralihan Kekuasaan
Hal ini menyebabkan perebutan kekuasaan di antara ahli waris. Bahkan, karena inilah kekuasaan Bani Umayyah runtuh dan Muluk Al-Thawaif muncul. Granada yang merupakan pusat kekuasaan Islam terakhir di Spanyol jatuh ke tangan Ferdinand dan Isabella, di antaranya juga disebabkan permasalahan ini.[48]
5. Keterpencilan
Spanyol Islam bagaikan terpencil dari dunia Islam yang lain. la selalu berjuang sendirian, tanpa mendapat bantuan kecuali dan Afrika Utara. Dengan demikian, tidak ada kekuatan alternatif yang mampu membendung kebangkitan Kristen di sana.[49]
D. Pengaruh Peradaban Islam Di Eropa
Kemajuan Eropa yang terus berkembang hingga saat ini banyak berhutang budi kepada khazanah ilmu pengetahuan Islam yang berkembang di periode klasik. Memang banyak saluran bagaimana peradaban Islam mempengaruhi Eropa, seperti Sicilia dan Perang Salib, tetapi saluran yang terpenting adalah Spanyol Islam.
Spanyol merupakan tempat yang paling utama bagi Eropa menyerap peradaban Islam, baik dalam bentuk hubungan politik, sosial, maupun perekonomian, dan peradaban antar negara. Orang-orang Eropa menyaksikan kenyataan bahwa Spanyol berada di bawah kekuasaan Islam jauh meninggalkan negara-negara tetangganya Eropa, terutama dalam bidang pemikiran dan sains di samping bangunan fisik.[50] Yang terpenting di antaranya adalah pemikiran Ibn Rusyd (1120-1198 M). la melepaskan belenggu taklid dan menganjurkan kebebasan berpikir. la mengulas pemikiran Aristoteles dengan cara yang memikat minat semua orang yang berpikiran bebas. la mengedepankan sunnatullah menurut pengertian Islam terhadap pantheisme dan anthropomorphisme Kristen. Demikian besar pengaruhnya di Eropa, hingga di Eropa timbul gerakan Averroeisme (Ibn Rusydisme) yang menuntut kebebasan berpikir. Pihak gereja menolak pemikiran rasional yang dibawa gerakan Averroeisme ini.
Berawal dari gerakan Averroeisme inilah di Eropa kemudian lahir reformasi pada abad ke-16 M dan rasionalisme pada abad ke-17 M.[51] 41 Buku-buku Ibn Rusyd dicetak di Vinesia tahun 1481, 1482, 1483, 1489, dan 1500 M. Bahkan, edisi lengkapnya terbit pada tahun 1553 dan 1557 M. Karya-karyanya juga diterbitkan pada abad ke-16 M di Napoli, Bologna, Lyonms, dan Strasbourg, dan di awal abad ke-17 M di Jenewa.
Pengaruh peradaban Islam, termasuk di dalamnya pemikiran Ibn Rusyd, ke Eropa berawal dari banyaknya pemuda-pemuda Kristen Eropa yang belajar di universitas-universitas Islam di Spanyol, seperti universitas Cordova, Seville, Malaga, Granada, dan Salamanca. Selama belajar di Spanyol, mereka aktif menerjemahkan buku-buku karya ilmuwan-ilmuwan Muslim. Pusat penerjemahan itu adalah Toledo. Setelah pulang ke negerinya, mereka mendirikan sekolah dan universitas yang sama. Universitas pertama eropa adalah Universitas Paris yang didirikan pada tahun 1231 M tiga puluh tahun setelah wafatnya Ibn Rusyd. Di akhir zaman Pertengahan Eropa, baru berdiri 18 buah universitas. Di dalam universitas-universitas itu, ilmu yang mereka peroleh dari universitas-universitas Islam diajarkan, seperti ilmu kedokteran, ilmu pasti, dan filsafat. Pemikiran filsafat yang paling banyak dipelajari adalah pemikiran Al-Farabi, Ibn Sina dan Ibn Rusyd.[52]
Pengaruh ilmu pengetahuan Islam atas Eropa yang sudah berlangsung sejak abad ke-12 M itu menimbulkan gerakan kebangkitan kembali (renaissance) pusaka Yunani di Eropa pada abad ke-14 M. Berkembangnya pemikiran Yunani di Eropa kali ini adalah melalui terjemahan-terjemahan Arab yang dipelajari dan kemudian diterjemahkan kembali ke dalam bahasa Latin.[53]
Walaupun Islam akhirnya terusir dari negeri Spanyol dengan cara yang sangat kejam, tetapi ia telah membidani gerakan-gerakan penting di Eropa. Gerakan-gerakan itu adalah kebangkitan kembali kebudayaan Yunani klasik (renaissance) pada abad ke-14 M yang bermula di Italia, gerakan reformasi pada abad ke-16 M, rasionalisme pada abad ke-17 M, dan pencerahan (aufklarung) pada abad ke-18 M.[54]
BAB III
PENUTUP
Eksistensi perkembangan ilmu pengetahuan yang dikembangkan oleh peradaban Spanyol Islam di segala bidang, telah menjadikannya sebagai sebuah negara adikuasa di zamannya. Kehadirannya telah banyak mewarnai perkembangan ilmu pengetahuan dan peradaban manusia.
Dengan semangat science for science mereka melakukan serangkaian upaya pengembangan khazanah keilmuan yang telah di kemukakan oleh Pemikir Yunani kuno dengan tanpa melepaskan pada frame religius islami. Semangat inilah yang mereka lakukan dalam melakukan itjihad keilmuan. Dari akumulasi dan hubungan yang harmonis inilah kemudian melahirkan ilmu pengetahuan islami yang sangat bermanfaat bagi perkembangan kebudayaan manusia selanjutnya. Di saat perkembangan keilmuwan mencapai zaman keemasan inilah pada waktu yang bersamaan dunia Eropa berada dalam keadaan yang memprihatinkan. Mereka terkekang oleh dogma gerejani yang absolut yang mengharamkan umatnya untuk mengembangkan daya nalarnya.
Namun demikian, perputaran jarum sejarah tidak selamanya menunjukkan arahnya ke dunia Islam. Selang beberapa waktu kemudian dunia Islam mengalami disintegrasi dan stagnasi roh ilmiah intelektual, terutama setelah serangan Al-Ghazali yang mendeskriditkan para filsuf muslim dalam melakukan itjihad akliah mereka. Kondisi ini menjadikan umat menjadi antipati terhadap dinamika intelektual filosofis. Sementara itu banyaklah para filsuf muslim yang harus “keluar” dari negerinya yang sudah tak “bersahabat” lagi dengan ide-idenya ke tempat yang lebih aman, yaitu Benua Eropa. Di sana ide-ide mereka disambut dengan antusias, apalagi setelah para pelajar Eropa belajar di dunia Islam sebelumnya. Mereka tahu akan begitu besarnya manfaat ilmu yang ada di dunia Islam. Keadaan inilah yang akhirnya khazanah ilmu pengetahuan harus berpindah dari dunia Islam ke dunia non-Islam. Babak inilah yang menandai kemunduran dunia Islam, dan awal zaman keemasan dunia Eropa. Kemunduran dinamika intelektual muslim disebabkan tidak teraplikasikannya nilai-nilai ijtihad yang distimuli al-Qur’an di tengah-tengah kehidupan umat Islam. Untuk itu fenomena ini hendaknya memberikan nuansa sekaligus pemicu agar umat kembali kepada semangat intelektual Quranik, jika ingin mengembalikan zaman keemasan pendidikan Islam tempo dahulu, guna mengembalikan zaman keemasan pendidikan dan membangun kebudayaan dunia Islam modern secara adaptik dan komprehensif. (nalah_aagun)
DAFTAR PUSTAKA
As-Siba’i Mustafa, Peradaban Islam Dulu, Kini dan Esok. Gema Insani Press, Jakarta : 1993
Yatim Badri, Sejarah Peradaban Islam, PT: Gravindo Persada : 2003
Majid Mun’im Abdul, Sejarah Kebudayaan Islam, Pustaka : 1997
Perpustakaan Nasional : Katalog Dalam Terbitan (KDT), Ensiklopedi Mini Sejarah dan Kebudayaan Islam,Logos Wacana Ilmu, Jakarta 1996.
Sunanto Musyrifah, Sejarah Islam Klasik, Jakarta Timur, Penada Media: 2003
Suwito, Sejarah Sosial Pendidikan Islam, Jakarta, Kencana. 2005
Dean Derhak, Muslim Spain and European Culture, dalam http://www.muslimheritage.com
Siti Maryam, dkk., Sejarah Peradaban Islam: Dari masa Klasik hingga Modern. Yogyakarta. LESFI, 2004
- Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam, Jilid 2, Jakarta, Pustaka Alhusna, 1983
Philip K. Hitti, History of the Arab, London, Macmillan Press, 1970
Carl, Brockelmann, History of the Islami Peoples, London: Rotledge & Kegan Paul, 1980
Bertol Spuler, The Muslim World: A Hisrorical Survey, Leiden: E. J. Bril, 1960
Thomas W. Arnold, Sejarah Da’wah Islam, Jakarta: Wijaya, 1983
K. Bertens, Ringkasan Sejarah Filsafat, Yogyakarta: Kanisius, 1986
Mahmudunnasir, Islam Its Concept & History, New Delhi: Kitab Bravan, 1981
S. M. Imaduddin, Muslim Spain: 711-1492 A.D, Leiden: E. J. Brill, 1981
David Wessenstein, Politics and Society in Islami Spain: 1002-1086, New Jersey: Princeton University Press, 1985
Jurji Zaidan, Tarikh al-Tamaddun al-Islami, juz III, Kairo: Dara l-Hilal, tt
Musyrifah Sunanto,Sejarah Islam Klasik, Jakarta Timur, Penada Media, 2003
W. Montgomery Watt, Kejayaan Islam: Kajian kritis dari tokoh orientalis. Yogyakarta: Tiara Wacana, 1990
Harun Nasution, Islam ditinjau dari berbagai aspeknya, Jakarta: UI Press, 1985
Lutfi abd al-Badi, al-Islam fi Isbaniya, Kairo: Maktabah al-Nahdhah al-Mishriyyah, 1969
Masjid fakhri, Sejarah Filsafat Islam, Jakarta: Pustaka jaya, 1986
Zainal Abidin Ahmad, Riwayat Hidup Ibn Rusyd, Jakarta: Bulan Bintan: 1975
[1]Suwito, Sejarah Sosial Pendidikan Islam,( Jakarta, Kencana. 2005). hlm. 109
[2]Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam: Dirasah Islamiyah II, (Jakarta, Rajawali Pers. 2004), hlm. 87
[3]Dean Derhak, Muslim Spain and European Culture, dalam http://www.muslimheritage.com
[4]Siti Maryam, dkk., Sejarah Peradaban Islam: Dari masa Klasik hingga Modern. (Yogyakarta. LESFI, 2004). hlm. 83
[5]Siti Maryam, dkk., Sejarah Peradaban Islam, hlm. 69
[6]Suwito, Sejarah Sosial Pendidikan Islam, hlm. 110
[7]A. Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam, Jilid 2, (Jakarta, Pustaka Alhusna, 1983), hlm. 154
[8]Philip K. Hitti, History of the Arab,( London, Macmillan Press, 1970), hlm. 493
[9]Carl, Brockelmann, History of the Islami Peoples, (London: Rotledge & Kegan Paul, 1980), hlm. 83
[10]A. Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam, hlm. 161
[11] Philip K. Hitti, History of the Arab, hlm. 628
[12]Carl, Brockelmann, History of the Islami Peoples, hlm. 14
[13]Bertol Spuler, The Muslim World: A Hisrorical Survey,( Leiden: E. J. Bril, 1960), hlm. 100
[14]Thomas W. Arnold, Sejarah Da’wah Islam, (Jakarta: Wijaya, 1983), hlm. 118
[15]Mahmudunnasir, Islam Its Concept & History, (New Delhi: Kitab Bravan, 1981), hlm. 214
[16]S. M. Imaduddin, Muslim Spain: 711-1492 A.D, (Leiden: E. J. Brill, 1981), hlm. 9
[17]S. M. Imaduddin, Muslim Spain: 711-1492 A.D, hlm. 13
[18] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, hlm. 96
[19]A. Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam, hlm. 158
[20]Suwito, Sejarah Sosial Pendidikan Islam, hlm. 111
[21]David Wessenstein, Politics and Society in Islami Spain: 1002-1086, (New Jersey: Princeton University Press, 1985), hlm. 15-16
[22]Ahmad Syalabi, Mausu’ah al-Tarikh al-Islami wa al-Hadharah al-Islamiyah, jilid 4, (Kairo: Maktabah al-Mishriyah, 1979), hlm. 41-50
[23]Jurji Zaidan, Tarikh al-Tamaddun al-Islami, juz III, (Kairo: Dara l-Hilal, tt), hlm. 200
[24]Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, hlm. 96
[25]Musyrifah Sunanto,Sejarah Islam Klasik, Jakarta Timur, Penada Media:2003, hlm 119
[26] Philip K. Hitti, History of the Arab, hlm
[27]W. Montgomery Watt, Kejayaan Islam: Kajian kritis dari tokoh orientalis. (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1990), hlm. 217-218
[28]Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, hlm. 98
[29]Ahmad Syalabi, Mausu’ah al-Tarikh al-Islami wa al-Hadharah al-Islamiyah, hlm. 76
[30]Harun Nasution, Islam ditinjau dari berbagai aspeknya, (Jakarta: UI Press, 1985), hlm 82
[31]Lutfi abd al-Badi, al-Islam fi Isbaniya, (Kairo: Maktabah al-Nahdhah al-Mishriyyah, 1969), hlm. 38
[32]Masjid fakhri, Sejarah Filsafat Islam, (Jakarta: Pustaka jaya, 1986), hlm. 357
[33] Mehdi Nakosteen, Kontribusi Islam atas Dunia Intelektual Barat, (Surabaya: Risalah Gusti, 1996), hlm. 241
[34]Ahmad Syalabi, Mausu’ah al-Tarikh al-Islami wa al-Hadharah al-Islamiyah, hlm. 76
[35]Mehdi Nakosteen, Kontribusi Islam atas Dunia Intelektual Barat, hlm. 245
[36] Mehdi Nakosteen, Kontribusi Islam atas Dunia Intelektual Barat, hlm. 243
[37] Mehdi Nakosteen, Kontribusi Islam atas Dunia Intelektual Barat, hlm. 243
[38] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, hlm. 103
[39] Mehdi Nakosteen, Kontribusi Islam atas Dunia Intelektual Barat, hlm. 261
[40] Mehdi Nakosteen, Kontribusi Islam atas Dunia Intelektual Barat, hlm. 245
[41] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, hlm. 104
[42] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, hlm. 105
[43]Masjid fakhri, Sejarah Filsafat Islam, hlm. 357
[44]Lutfi abd al-Badi, al-Islam fi Isbaniya, hlm. 10
[45] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, hlm. 107
[46] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, hlm. 107
[47] Lutfi abd al-Badi, al-Islam fi Isbaniya, hlm. 25
[48] Ahmad Al-Usayri, Sejarah Islam, (Jakarta: Akbar, 2004), hlm. 345
[49] Ahmad Al-Usayri, Sejarah Islam, hlm. 346
[50] Philip K. Hitti, History of the Arab, hlm. 526-530
[51] S.I. Poeradisastra, Sumbangan Islam kepada Ilmu dan Peradaban Modern (Jakarta: P3M, 1986), hlm. 67
[52]Zainal Abidin Ahmad, Riwayat Hidup Ibn Rusyd, (Jakarta: Bulan Bintan: 1975), hlm. 148-149
[53]K. Bertens, Ringkasan Sejarah Filsafat, (Yogyakarta: Kanisius, 1986), hlm. 32.
[54] S.I. Poeradisastra, Sumbangan Islam kepada Ilmu dan Peradaban Modern, hlm. 77
PERADABAN ISLAM DI INDONESIA
A. SEBELUM KEMERDEKAAN
Islam masuk ke Indonesia
pada abad pertama hijriyah atau abad ke tujuh sampai abad ke
delapanmasehi. Ini mungkin didasarkan kepada penemuan batu nisan seorang
wanita muslimah yang bernama Fatimah binti Maimun dileran dekat Surabaya
bertahun 475 H atau 1082 M. Sedang menurut laporan seorang musafir
Maroko Ibnu Batutah yang mengunjungi Samudera Pasai dalam perjalanannya
ke negeri Cina pada tahun 1345 M. Agama islam yang bermahzab Syafi’I
telah mantap disana selama se abad, oleh karena itu berdasarkan bukti
ini abad ke XIII di anggap sebagai awal masuknya agama islam ke
Indonesia.
Daerah yang pertama-pertama dikunjungi ialah :
- Pesisir Utara pulau Sumatera, yaitu di peureulak Aceh Timur, kemudian meluas sampai bisa mendirikan kerajaan islam pertama di Samudera Pasai, Aceh Utara.
- Pesisir Utara pulau Jawa kemudian meluas ke Maluku yang selama beberapa abad menjadi pusat kerajaan Hindu yaitu kerajaan Maja Pahit.
Pada permulaan abad ke XVII dengan masuk islamnya penguasa kerajaan Mataram, yaitu: Sultan Agung maka kemenangan agama islam hampir meliputi sebagai besar wilayah Indonesia.
Sejak pertengahan abad ke XIX, agama islam di Indonesia secara bertahap mulai meninggalkan sifat-sifatnya yang Singkretik (mistik). Setelah banyak orang Indonesia
yang mengadakan hubungan dengan Mekkah dengan cara menunaikan ibadah
haji, dan sebagiannya ada yang bermukim bertahun-tahun lamanya.
Ada tiga tahapan “masa” yang dilalui atau pergerakan sebelum kemerdekaan, yakni :
1. Pada Masa Kesultanan
Daerah
yang sedikit sekali disentuh oleh kebudayaan Hindu-Budha adalah daerah
Aceh, Minangkabau di Sumatera Barat dan Banten di Jawa. Agama islam
secara mendalam mempengaruhi kehidupan agama, social dan politik
penganut-penganutnya sehingga di daerah-daerah tersebut agama islam itu
telah menunjukkan dalam bentuk yang lebih murni. Dikerajaan tersebut
agama islam tertanam kuat sampai Indonesia merdeka. Salah satu buktinya yaiut banyaknya nama-nama islam dan peninggalan-peninggalan yang bernilai keIslaman.
Dikerjaan
Banjar dengan masuk islamnya raja banjar. Perkembangan islam
selanjutnya tidak begitu sulit, raja menunjukkan fasilitas dan kemudahan
lainnya yang hasilnya membawa kepada kehidupan masyarakat Banjar yang
benar-benar bersendikan islam. Secara konkrit kehidupan keagamaan di
kerajaan Banjar ini diwujudkan dengan adanya Mufti dan Qadhi atas jasa
Muhammad Arsyad Al-Banjari yang ahli dalam bidang Fiqih dan Tasawuf.
Islam
di Jawa, pada masa pertumbuhannya diwarnai kebudayaan jawa, ia banyak
memberikan kelonggaran pada sistem kepercayaan yang dianut agama
Hindu-Budha. Hal ini memberikan kemudahan dalam islamisasi atau paling
tidak mengurangi kesulitan-kesulitan. Para wali terutama Wali Songo
sangatlah berjasa dalam pengembangan agama islam di pulau Jawa.
Menurut
buku Babad Diponegoro yang dikutip Ruslan Abdulgani dikabarkan bahwa
Prabu Kertawijaya penguasa terakhir kerajaan Mojo Pahit, setelah
mendengar penjelasan Sunan Ampel dan sunan Giri, maksud agam islam dan
agama Budha itu sama, hanya cara beribadahnya yang berbeda. Oleh karena
itu ia tidak melarang rakyatnya untuk memeluk agama baru itu (agama
islam), asalkan dilakukan dengan kesadaran, keyakinan, dan tanpa paksaan
atau pun kekerasan.
2. Pada Masa Penjajahan
Dengan datangnya pedagang-pedagang barat ke Indonesia yang berbeda watak dengan pedagang-pedagang Arab, Persia, dan India
yang beragama islam, kaum pedagang barat yang beragama Kristen
melakukan misinya dengan kekerasan terutama dagang teknologi
persenjataan mereka yang lebih ungggul daripada persenjataan Indonesia.
Tujuan mereka adalah untuk menaklukkan kerajaan-kerajaan islam di
sepanjang pesisir kepulauan nusantara. Pada mulanya mereka datang ke Indonesia untuk menjalin hubungan dagang, karena Indonesia kaya dengan rempah-rempah, kemudian mereka ingin memonopoli perdagangan tersebut.
Waktu
itu kolonial belum berani mencampuri masalah islam, karena mereka belum
mengetahui ajaran islam dan bahasa Arab, juga belum mengetahui sistem
social islam. Pada tahun 1808 pemerintah Belanda mengeluarkan instruksi
kepada para bupati agar urusan agama tidak diganggu, dan pemuka-pemuka
agama dibiarkan untuk memutuskan perkara-perkara dibidang perkawinan dan
kewarisan.
Tahun
1820 dibuatlah Statsblaad untuk mempertegaskan instruksi ini. Dan pada
tahun 1867 campur tangan mereka lebih tampak lagi, dengan adanya
instruksi kepada bupati dan wedana, untuk mengawasi ulama-ulama agar
tidak melakukan apapun yang bertentangan dengan peraturan Gubernur
Jendral. Lalu pada tahun 1882, mereka mengatur lembaga peradilan agama
yang dibatasi hanya menangani perkara-perkara perkawinan, kewarisan,
perwalian, dan perwakafan.
Apalagi
setelah kedatangan Snouck Hurgronye yang ditugasi menjadi penasehat
urusan Pribumi dan Arab, pemerintahan Belanda lebih berani membuat
kebijaksanaan mengenai masalah islam di Indonesia, karena Snouck
mempunyai pengalaman dalam penelitian lapangan di negeri Arab, Jawa, dan
Aceh. Lalu ia mengemukakan gagasannya yang dikenal dengan politik
islamnya. Dengan politik itu, ia membagi masalah islam dalam tiga
kategori :
- Bidang agama murni atau ibadah
Pemerintahan
kolonial memberikan kemerdekaan kepada umat islam untuk melaksanakan
agamanya sepanjang tidak mengganggu kekuasaan pemerintah Belanda.
- Bidang sosial kemasyarakatan
Hukum islam baru bisa diberlakukan apabila tidak bertentangan dengan adapt kebiasaan.
- Bidang politik
Orang
islam dilarang membahas hukum islam, baik Al-Qur’an maupun Sunnah yang
menerangkan tentang politik kenegaraan dan ketata negaraan.
3. Pada Masa Kemerdekaan
Terdapat
asumsi yang senantiasa melekat dalam setiap penelitian sejarah bahwa
masa kini sebagian dibentuk oleh masa lalu dan sebagian masa depan
dibentuk hari ini. Demikian pula halnya dengan kenyataan umat islam Indonesia pada masa kini, tentu sangat dipengaruhi masa lalunya.
Islam di Indonesia telah diakui sebagai kekuatan cultural, tetapi islam dicegah untuk merumuskan bangsa Indonesia
menurut versi islam. Sebagai kekuatan moral dan budaya, islam diakui
keberadaannya, tetapi tidak pada kekuatan politik secara riil (nyata) di
negeri ini.
Seperti
halnya pada masa penjajahan Belanda, sesuai dengan pendapat Snouck
Hurgronye, islam sebagai kekuatan ibadah (sholat) atau soal haji perlu
diberi kebebasan, namun sebagai kekuatan politik perlu dibatasi.
Perkembangan selanjutnya pada masa Orde Lama, islam telah diberi tempat
tertentu dalam konfigurasi (bentuk/wujud) yang paradoks, terutama dalam
dunia politik. Sedangkan pada masa Orde Baru, tampaknya islam diakui
hanya sebatas sebagai landasan moral bagi pembangunan bangsa dan negara.
B. SESUDAH KEMERDEKAAN
1. Pra Kemerdekaan
Ajaran
islam pada hakikatnya terlalu dinamis untuk dapat dijinakkan begitu
saja. Berdasarkan pengalaman melawan penjajah yang tak mungkin dihadapi
dengan perlawanan fisik, tetapi harus melalui pemikiran-pemikiran dan
kekuatan organanisasi. Seperti :
- Budi Utomo (1908) - Taman Siswa (1922)
- Sarikat Islam (1911) - Nahdhatul Ulama (1926)
- Muhammadiyah (1912) - Partai Nasional Indonesia (1927)
- Partai Komunis Indonesia (1914)
Menurut Deliar Noer, selain yang tersebut diatas masih ada organisasi islam lainnya yang berdiri pada masa itu, diantaranya:
- Jamiat Khair (1905)
- Persyarikatan Ulama ( 1911)
- Persatuan Islam (1920)
- Partai Arab Indonesia (1934)
Organisasi
perbaharu terpenting dikalangan organisasi tersebut diatas, adalah
Muhammadiyah yang didirikan oleh K.H Ahmad Dahlan, dan Nadhatul Ulama
yang dipelopori oleh K.H Hasyim Asy’ari.
Untuk
mempersatukan pemikiran guna menghadapi kaum penjajah, maka
Muhammadiyah dan Nadhatul Ulama bersama-sama menjadi sponsor pembentukan
suatu federasi islam yang baru yang disebut Majelis Islan Ala Indonesia
( Majelis Islam Tertinggi di Indonesia ) yang disingkat MIAI, yang
didirikan di Surabaya pada tahun 1937.
Masa
pemerintahan Jepang, ada tiga pranata sosial yang dibentuk oleh
pemerintahan Jepang yang menguntungkan kaum muslim di Indonesia, yaitu :
a. Shumubu,
yaitu Kantor Urusan Agama yang menggantikan Kantor Urusan Pribumi zaman
Belanda, yang dipimpin oleh Hoesein Djayadiningrat pada 1 Oktober 1943.
b. Masyumi, ( Majelis Syura Muslimin Indonesia
) menggantikan MIAI yang dibubarkan pada bulan oktober 1943, Tujuan
didirikannya adalah selain untuk memperkokohkan Persatuan Umat Islam di
Indonesia, juga untuk meningkatkan bantuan kaum muslimin kepada usaha
peperangan Jepang.
c. Hizbullah,
( Partai Allah atau Angkatan Allah ) semacam organisasi militer untuk
pemuda-pemuda muslimin yang dipimpin oleh Zainul Arifin. Organisasi
inilah yang menjadi cikal bakal Tentara Nasional Indonesia (TNI).
2. Pasca Kemerdekaan
Organisasi-organisasi
yang muncul pada masa sebelum kemerdekaan masih tetap berkembang di
masa kemerdekaan, seperti Muhammadiyah, Nadhatul Ulama, Masyumi dan lain
lain. Namun ada gerakan-gerakan islam yang muncul sesudah tahun 1945
sampai akhir Orde Lama. Gerakan ini adalah DI/TII yang berusaha dengan
kekerasan untuk merealisasikan cita-cita negara islam Indonesia.
Gerakan kekerasan yang bernada islam ini terjadi diberbagai daerah di Indonesia diantaranya :
- Di Jawa Barat, pada tahun 1949 – 1962
- Di Jawa Tengah, pada tahun 1965
- Di Sulawesi, berakhir pada tahun 1965
- Di Kalimantan, berakhir pada tahun 1963
No comments:
Post a Comment